http://www.terrasys.biz
Media : Bisnis Indonesia
Halaman : I2 (Manufaktur), Section Level 1
Tanggal : Friday, January 22, 2010
Penulis : Tri D. Pamenan
Tone : Neutral
Summary :
JAKARTA; Sebagian kalangan di DPR mengjngatkan pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan posisi Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA karena selama ini telah terjadi kekeliruan dalam penyusunan kebijakan industri nasional.
'Ada kesalahan dalam kebijakan industri nasional'
JAKARTA; Sebagian kalangan di DPR mengjngatkan pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan posisi Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA karena selama ini telah terjadi kekeliruan dalam penyusunan kebijakan industri nasional.
Anggota Komisi VI DPR dari fraksi PPP Iskandar Saichu mengingatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Asean-China Free Trade Area sarigat ditentukan oleh keberhasilan industrialisasi di dalam negeri.
Selama 5 tahun terakhir, lanjut dia, Komisi VI mencatat bahwa pertumbuhan industri nasional jauh di bawah target yang ditetapkan, yaitu sekitar 8%.
Selain itu, pertumbuhan industri menunjukkan penurunan terus menerus selama 5 tahun terakhir, dari sekitar 7,2% pada 2004, menjadi 5,86% pada 2005, 5.15% pada 2007 dan akhirnya hanya sekitar 3.9% pada 2009.
"Data pertumbuhan sejak 5 tahun terakhir ini menunjukkan ada kesalahan dalam kebijakan industri kita."
lerkait dengan pro kontra soal pelaksanaan ACFTA, dia meminta para negosiator yang mewakili Indonesia dalam penyusunan ACFTA dapat memberikan penjelasan secara jernih ke publik dan tidak melempar tanggung jawab.
"Fakta yang terjadi, ketika masalah ACFTA tersebut menjadi isu politik ekonomi yang sangat penting, sama sekali tidak terdengar suara tim negosiator itu. Tentunya publik ingin tahu seberapa jauh para negosiator terlibat," ujarnya.
Inventarisasi
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah mengatakan pemerintah perlu segera menginventarisasi secara detail problematika nil yang dihadapi Indonesia terkait implementasi ACFTA.
Menurut dia, seharusnya Menko Perekonomian Hatta Radjasa segera meminta Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian MS Hidayat bersama-sama untuk memecahkan permasalahan-permasa.lahan terkait pelaksanaan ACFTA.
"Seharusnya Menko Perekonomian dapat mendudukkan bersama .Menperin dan Mendag untuk mencari solusi dan menghindari pandangan masyarakat tentang pergesekan di an-. tara menteri-menteri dalam kabinet KIB II ini," ujarnya kemarin.
Dengan mengumpulkan seluruh data dan informasi terkait, selanjutnya pelaksanaan ACFTA akan dapat dibandingkan untuk dinilai untung ruginya bagi rakyat Indonesia.
Jika memang setelah dilakukan kajian pelaksanaan ACTFA dinilai menguntungkan dan tidak perlu ditunda, maka langkah itu harus didukung semua pihak. Pihak yang se- lama ini menentang hams mau menerima hal ini.
"Namun jika ternyata setelah dihitung dari segala aspek, ternyata kondisi saat ini akan merugikan bangsa Indonesia, maka pemerintah hams segera menunda. Tentunya perhitungan itu juga termasuk biaya penalti dari Pemerintah China," paparnya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat optimistis produk-produk industri lokal dari 12 sektor manufaktur bisa jadi andalan ekspor ke China, sekaligus sehagai penyeimbang agresivitas masuknya barang-barang China ke Indonesia yang bisa memicu defisit perdagangan.
Sektor yang dimaksudkannya adalah tekstil dan produk tekstil, industri mesin, maritim, makanan dan minuman, industri logam, kimia hulu, kimia hilir, kerajinan, industri hasil hutan dan pertanian, elektronik, industri aneka, .serta alat transportasi darat dan kedirgantaraan.
Media : Bisnis Indonesia
Halaman : I2 (Manufaktur), Section Level 1
Tanggal : Friday, January 22, 2010
Penulis : Tri D. Pamenan
Tone : Neutral
Summary :
JAKARTA; Sebagian kalangan di DPR mengjngatkan pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan posisi Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA karena selama ini telah terjadi kekeliruan dalam penyusunan kebijakan industri nasional.
'Ada kesalahan dalam kebijakan industri nasional'
JAKARTA; Sebagian kalangan di DPR mengjngatkan pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan posisi Indonesia dalam menghadapi pelaksanaan ACFTA karena selama ini telah terjadi kekeliruan dalam penyusunan kebijakan industri nasional.
Anggota Komisi VI DPR dari fraksi PPP Iskandar Saichu mengingatkan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Asean-China Free Trade Area sarigat ditentukan oleh keberhasilan industrialisasi di dalam negeri.
Selama 5 tahun terakhir, lanjut dia, Komisi VI mencatat bahwa pertumbuhan industri nasional jauh di bawah target yang ditetapkan, yaitu sekitar 8%.
Selain itu, pertumbuhan industri menunjukkan penurunan terus menerus selama 5 tahun terakhir, dari sekitar 7,2% pada 2004, menjadi 5,86% pada 2005, 5.15% pada 2007 dan akhirnya hanya sekitar 3.9% pada 2009.
"Data pertumbuhan sejak 5 tahun terakhir ini menunjukkan ada kesalahan dalam kebijakan industri kita."
lerkait dengan pro kontra soal pelaksanaan ACFTA, dia meminta para negosiator yang mewakili Indonesia dalam penyusunan ACFTA dapat memberikan penjelasan secara jernih ke publik dan tidak melempar tanggung jawab.
"Fakta yang terjadi, ketika masalah ACFTA tersebut menjadi isu politik ekonomi yang sangat penting, sama sekali tidak terdengar suara tim negosiator itu. Tentunya publik ingin tahu seberapa jauh para negosiator terlibat," ujarnya.
Inventarisasi
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah mengatakan pemerintah perlu segera menginventarisasi secara detail problematika nil yang dihadapi Indonesia terkait implementasi ACFTA.
Menurut dia, seharusnya Menko Perekonomian Hatta Radjasa segera meminta Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian MS Hidayat bersama-sama untuk memecahkan permasalahan-permasa.lahan terkait pelaksanaan ACFTA.
"Seharusnya Menko Perekonomian dapat mendudukkan bersama .Menperin dan Mendag untuk mencari solusi dan menghindari pandangan masyarakat tentang pergesekan di an-. tara menteri-menteri dalam kabinet KIB II ini," ujarnya kemarin.
Dengan mengumpulkan seluruh data dan informasi terkait, selanjutnya pelaksanaan ACFTA akan dapat dibandingkan untuk dinilai untung ruginya bagi rakyat Indonesia.
Jika memang setelah dilakukan kajian pelaksanaan ACTFA dinilai menguntungkan dan tidak perlu ditunda, maka langkah itu harus didukung semua pihak. Pihak yang se- lama ini menentang hams mau menerima hal ini.
"Namun jika ternyata setelah dihitung dari segala aspek, ternyata kondisi saat ini akan merugikan bangsa Indonesia, maka pemerintah hams segera menunda. Tentunya perhitungan itu juga termasuk biaya penalti dari Pemerintah China," paparnya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat optimistis produk-produk industri lokal dari 12 sektor manufaktur bisa jadi andalan ekspor ke China, sekaligus sehagai penyeimbang agresivitas masuknya barang-barang China ke Indonesia yang bisa memicu defisit perdagangan.
Sektor yang dimaksudkannya adalah tekstil dan produk tekstil, industri mesin, maritim, makanan dan minuman, industri logam, kimia hulu, kimia hilir, kerajinan, industri hasil hutan dan pertanian, elektronik, industri aneka, .serta alat transportasi darat dan kedirgantaraan.
0 comments:
Post a Comment